19 May 2010

wet atus ebu

Saya sedang susah. Istri juga sama. Ayuk Fariha juga keliatannya. Faaiz sakit. Demam. Badannya panas. Jadinya rewel. Semaleman hampir ga tidur. Bukan saya, istri saya. Saya sih masih sempet tidur. Tapi juga tidak lama. Istri yang nyaris tidak tidur. Menemani kerewelan Faaiz.

Awalnya adik saya yang sakit. Tantenya Fariha. Demam panas ditambah pilek. Tapi ga lama, dua hari sembuh. Berikutnya Fariha tapi hanya pilek saja, Tidak pake demam. Dan Fariha juga tidak terlalu rewel. Paling ingus yang meler. Tak lama kemudian saya yang diserang. Pilek saja dan sedikit pusing. Waktu itu hari senin. Masuk kuliah SIM. Pulang kuliah niat mau istirahat. Ayuk Fariha ngajakin main. Ya udah saya ikutin.
"Ya...?, ujarnya.

"Hmmmm....", jawab saya.
"Wit atus ano?", dengan pipi menggembung dan mata bundar memandang ke arah saya.
Saya merogoh kantong dan berkata, 
"Nih", trus memberikan uang logam lima ratusan.
"Aaaa....", Fariha mengibaskan tangan saya.
"Ini duit seratus", bilang saya.
"Wit atus mano?",
"Ini loh", masih tetap memberikan uang logam lima ratusan.
Fariha tersenyum kemudian berkata,
"Wit ebu",
Waduh, pikir saya. Ayuk udah bisa ngebedain uang. Antara bangga dan khawatir jadinya.
"Nih...", saya masih tetap memberikan uang lima ratusan.
"Aaaa....", masih mengibaskan tangan saya.
"Ini wit ebu", ujar saya.
"Aaaa....",
"Ini loh wit ebu",
Fariha kembali tersenyum. Sepintas saya merasa khawatir akan apa yang akan diucapkannya setelah senyum ini.
"Ya...?",
"hmmmm....",
"Wit atus ebu mano...?",
"gubrak!#$%^&*", peci yang tergantung jatuh. Kaget saya. Tapi lebih kaget waktu daun telinga saya mendengar ayuk mengucapkan uang seratus ribu! Belajar darimana ini anak.

"Buya ga punya uang seratus ribu",

"Opet", kata Fariha.
"Nih periksa", saya bilang.
Fariha pun memeriksa dompet saya, sejurus kemudian, layaknya seoarang pencari harta karun yang menemukan buruannya, Fariha berkata,
"ni yo...",
Saya menghela napas lega. Ternyata yang dibilangnya wet ebu itu adalah uang pecahan seratus rupiah kertas berwarna merah terbitan lama. Jadi uang lima ratusan logam dan uang pecahan kertas seratus rupiah itulah yang dibilang wet atus ebu.
"huf...."


Siangnya saya masuk kuliah lagi. Kali ini Bahasa Inggris. Ibu dosen pas datang. Materi mengenai presentasi Bahasa Inggris. Anak-anak ditunjukin slide. Background dulu yang ditunjukin. Disuruh nebak isi slide berdasarkan background. Waktu itu yang ditunjukin background berbagai macam buah. Reflex saya jawab. Dengan pede "Bhinneka Tunggal Ika".
Saya kaget dengan jawaban saya. Apalagi temen-temen. Banyak yang ketawa. Saya pun tertawa. Menertawakan kebodohan saya. Ibo Dosen bilang, sambil melihat ke slide. Diam sebentar, kemudian berkata,
"bisa jadi".
Saya lebih kaget dari temen-temen. Bukan apa-apa. Saya tadi menertawakan kebodohan saya. Masa iya saya kemudian menertawakan Ibu Dosen. Ternyata isi slide mengenai kesehatan.


Puang kuliah saya agak mendingan. Ternyata kemudian Faaiz yang pilek, ditambah panas. Jadilah malam itu kami mengerjakan pantangan bang Raden Haji Oma Irama. Meskipun saya mengidolakannya. Begadang terpaksa saya jalankan. Bersama istri. Dan Faaiz. Ucapan maaf setulus hati kepada bang haji. Dan setelah melewati pukul 1 malam saya tertidur. Faaiz masih tidur dan bangun. Istri yang terus menemani Faaiz. Kasihan. tapi mata saya tidak bisa diajak kompromi lagi. 

Bangun subuh, Faaiz masih tidur. Saya dan istri memutuskan melanjutkan tidur. Lama kelamaan bisa menjadi kebiasaan buruk. Bahaya. Dan mata memang membutuhkannya.

"Hihihihihihihi....", Itu saya yang ketawa. Saya mimpi. Tapi lupa mimpi apa. Tapi saya inget ketawa. Saya bangun. Sadar. Masih memejamkan mata. Istri disamping berupaya membangunkan saya. Suaranya panik. Disangkanya saya belum bangun. Sedikit ketakutan barangkali mendengar tawa saya barusan.

"Hihihihihihihi...", Saya tertawa. Lagi. Dengan mata yang masih terpejam. Tapi kali ini tidak tidur. Istri saya tambah panik. semakin kuat istri mengguncang badan saya. Biar saya bangun. Tetap dengan nada panik dan ketakutan.
"Hahahahahaha...", Itu masih saya. Kali ini terbahak-bahak. Untung Faaiz ga bangun. Melihat muka istri yang ketakutan. Sejurus kemudian mukanya berubah. Tau kalo sedang saya permainkan. Istri ngambek. Wah bahaya. Saya buru-buru minta maaf. Kalo tidak, bisa gawat.


Sudah dulu ya. Ceritanya sampai disini saja. Setelah ini biar saya dan istri yang melanjutkan.

2 comments:

  1. awalnya baca judulnya rada bengong, pada bagian tengah cerita mulai cengar cengir.. eh d ending na bengong lg. he he he

    Salam kreatifitas teman

    ReplyDelete
  2. iya ibu, yang nulis juga bingung kok hehehe...

    ReplyDelete