14 September 2018

senja

lekas-lekas kubingkai masa
di pipimu yang mewarna senja
di rindu yang diam-diam merona

09 August 2018

sebuah definisi

kau memiliki kehangatan aroma segelas kopi
menyegarkan saat pagi menyemi, menyemangati ketika matahari meninggi, dan menemani senja yang mulai memerah di pipi

31 July 2018

my favorite notification


how can you become a distraction when all I do a whole day is waiting a notification from you.

heaven


Perfection is a disease of a man who can not accept who he really is; a heaven's failure.

27 June 2016

Jiwa

I have already found a male version of me long years ago. I may have just found a female version of me in you.

21 June 2016

The Man Unseen

Beberapa hari yang lalu saat baru datang ke kantor, ada selembar nota dinas di atas meja yang biasa saya pakai kerja. Isinya adalah jadwal pelaksanaan coaching oleh pimpinan kepada para pegawai. Jadwal coaching dilakukan satu per satu, jadi satu orang pegawai yang berperan sebagai coachee akan diwawancarai oleh pimpinan sebagai coach. Katanya sih fungsinya untuk meningkatkan kinerja pegawai yang bersangkutan. Coaching ini menjadi satu keharusan bagi pimpinan dan merupakan salah satu tupoksinya.

Yang jadi masalah nama saya ada di posisi teratas di nota dinas tersebut. Itu artinya jadwal pertama kali yang akan di coaching itu saya. Itu artinya saya akan ngobrol berdua dengan pimpinan dalam ruangan semi tertutup. Apa yang akan saya bicarakan nanti di hadapan wanita yang jadi pimpinan saya ini?!

Jangan salah, saya suka berbicara dengan wanita. Saya bukan tipikal pria yang mudah gemetar saat berhadapan dengan wanita. Meskipun dulunya iya hahahaha... Saya punya semacam kemampuan hebat dalam berbahasa yang hanya muncul kalau lawan bicara saya adalah seorang wanita. Mungkin karena saya menyukai psikologi manusia jadi terkadang saya mampu membuat wanita pendiam sekalipun, akan menumpahkan seluruh isi hatinya ke saya. Tapi ini coaching dude, bukan sesi curhat panjang via telepon versi anak SMA. Ini masalah serius.

Singkat cerita saya sudah berada di ruang pimpinan untuk melaksanakan sesi coaching. Saya dipersilahkan duduk di kursi tamu. Awalnya saya mengambil duduk berhadapan dengan beliau, namun kemudian bergeser pindah ke kursi sebelah kiri beliau. Bukan karena pembicaraan yang menghangat namun karena standar coaching mengharuskan coach dan coachee tidak boleh duduk berhadapan.

Awalnya agak kagok karena ini pertama kalinya bagi kami berdua bicara dari hati ke hati (halah). Saya terus terang tidak punya ide apa yang akan saya bicarakan. Saya lihat juga pimpinan membawa semacam catatan pertanyaan dan sesekali melirik ke arah catatan sebelum melemparkan beberapa perkataan ke saya. Saya juga berusaha melirik ke catatan tersebut namun gagal. Kemampuan saya nyontek masih kalah jauh dari kemampuan saya ngepek.

"Kalau berdasarkan SOP maka sesi coaching ini seharusnya dilaksanakan minimal satu jam. Namun untuk sesi kita kali ini yah sekitar setengah jam lebih dikit gapapalah," pimpinan memberi informasi d awal sesi.

(SOP artinya standard operating procedure, bukan sop yang ada brokoli, wortel, ayam, kadang daging, juga bukan dari nama seseorang yang bernama Sopiah. Coba bayangkan kalau seandainya aril dengan romantisnya berkata, "kamu udah makan sop?" bias bukan? -pen.)

"Sepuluh sampe lima belas menit juga gapapa bu," gumam saya yang lebih saya tujukan ke diri saya sendiri.

Pertanyaan-pertanyaan mengalir deras dari pimpinan, Jawaban-jawaban merangsek keluar dari mulut saya. Ternyata tema coaching kali ini adalah untuk mengetahui dan menggali penyebab beberapa kegagalan saya dalam tes beasiswa dan mencoba mencari solusi ampuh agar pada kesempatan berikutnya saya mampu lulus pada tes beasiswa yang saya inginkan.

"Mungkin kamu kurang bisa menunjukkan apa yang menjadi kelebihan kamu ke interviewernya," pertanyaan sekaligus pernyataan dari pimpinan sempat membuat saya berpikir sejenak.

Ya, saya boleh dibilang memang tidak terlalu suka menjadi orang yang berada di bawah lampu sorot. Saya bukan tokoh yang tepat untuk menjadi pemeran utama. Karena itu saya tidak terlalu suka memperlihatkan kepada siapa saja beberapa kemampuan saya, itu pun kalau kemampuan itu ada.

Dalam suatu keberhasilan, kalau memang ada peran serta saya di situ, saya lebih memilih untuk tidak terlihat. Bukan berarti saya risih untuk menjadi perhatian. Tidak. Sebagaimana layaknya seniman amatir, saya suka akan popularitas. Tapi saya memilih untuk menjadi supporting figure. Saya orang yang mendorong orang lain untuk maju menerima piala dan bertepuk tangan paling kencang tepat di belakangnya. Saya orang yang berada di tengah-tengah pusaran kejayaaan tapi bukan saya yang berada di depan. Saya seorang central midfielder, ada namun tak begitu terlihat. I am the man unseen.

Saya tidak begitu peduli apakah pimpinan saya akan paham dengan perkataan-perkataan saya. Saya sendiri juga terkadang bingung dengan kata-kata yang mengalir dari lisan saya. Satu yang pasti, sesi yang menurut perkiraan saya hanya berlangsung selama 15 menit ternyata mampu memakan waktu nyaris satu jam (atau lebih?). Itu diluar perkiraan saya. Sungguh! Mungkin karena sejatinya pimpinan kami adalah seorang wanita.




15 March 2016

Mengatasi Kesalahan Input NTPN pada Konfirmasi Penerimaan Melalui Aplikasi OMSPAN

Setelah menjalani tahun kelima di Seksi Pencairan Dana dan Manajemen Satker, saya akhirnya dipindah ke Seksi Bank KPPN Pelaihari. Sudah saatnya, saya membutuhkan tantangan baru dalam bekerja. Di Seksi PD saya sudah mencapai titik jenuh hingga otak saya perlu di refresh dengan pengalaman baru yang seharusnya dapat membuat saya kembali bergairah menjalani pekerjaan.

Salah satu pekerjaan baru saya di Seksi Bank adalah melakukan konfirmasi penerimaan negara. Konfirmasi merupakan bukti sahih bahwa setoran penerimaan negara telah masuk ke rekening kas negara. Satker  diharuskan untuk mengisi data berupa kode NTPN, kode billing, kode akun, dan nominal setoran pada aplikasi konfirmasi. Data softcopy berupa ADK diserahkan ke KPPN untuk dilakukan konfirmasi atas setoran tersebut.

Yang menjadi titik permasalahannya adalah satker seringkali salah melakukan input kode NTPN sehingga KPPN tidak dapat melakukan konfirmasi atas setoran tersebut sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini

Salah satu sebab kesalahan input kode NTPN adalah karena kode NTPN yang tertera pada cetakan setoran tidak terbaca sempurna. Bisa karena jarum printer dotmatrix yang digunakan sudah lama tidak diganti, atau karena pita tinta yang masih betah bersemayam padahal sudah saatnya untuk lengser.

Untuk mengatasi kesalahan input kode NTPN, satuan kerja dapat menggunakan aplikasi OMSPAN dengan user dan password yang telah dimiliki masing-masing satker.

Langkah pertama, buka aplikasi OMSPAN di alamat spanint.kemenkeu.go.id kemudian isikan user dan password masing-masing satker, lalu klik masuk.
Akan muncul halaman awal aplikasi OMSPAN. Klik menu pada pojok kiri atas halaman awal.

Pada menu tersebut klik "Modul Penerimaan" lalu klik submenu "Konfirmasi Penerimaan".

Halaman konfirmasi penerimaan akan terbuka. Anda diminta untuk mengisi kode NTPN dan kode billing atau salah satu saja.
Anda dapat mencoba memasukkan kode NTPN untuk mengetahui apakah kode NTPN yang anda masukkan telah sesuai dengan cetakan NTPN yang tertera pada setoran. Atau jika kode billing dapat lebih terbaca jelas, anda dapat memasukkan kode billing lalu klik terapkan filter.

Langkah selanjutnya tinggal menginput kode NTPN tersebut ke aplikasi konfirmasi. Jika kode NTPN atau kode billing yang anda input benar, maka akan muncul tampilan seperti ini.

Untuk meminimalisir kesalahan input, anda dapat melakukan blok pada kode NTPN yang benar lalu melakukan copy-paste kode NTPN pada aplikasi konfirmasi.

25 October 2015

Standup Comedy di Pagatan


kulirihkan padamu
sedikit kaku
lima tahun
maukah kau menunggu?

kau mengangguk
kupikir
aku tak tahu pasti
aku bahkan tak berani menatapmu

kita bertemu lagi
wajahmu bersemu
ini baru lima bulan, kau setengah tak percaya
kita masih bocah belia

kumohon pikirkan sejenak
jika sekarang aku meminangmu
itu karena Allah sayang
itu karena Allah, Sayang
(Kijang Mas, Pelaihari 2015)

Dalam dua jam pertama perjalanan dari Pelaihari menuju pantai Pagatan, suasana di dalam bis masih sumringah. Semua penumpang masih tertawa, disusupi tiupan angin yang menampar wajah. Kami masih sempat berselfie ria menggunakan tongsis yang baru saja dibeli Haerul, khusus untuk mendokumentasikan perjalanan menuju pagatan.


Lambat laun, perjalanan semakin membosankan. Tiupan angin sudah mulai terasa membara. Kalau saja tak ada wanita di dalam bis, sudah saya tanggalkan pakaian karena gerah. Pemandangan sepanjang perjalanan tak lagi hijau. Kemarau menyebabkan rumput-rumput liar menjadi kerontang. Hal ini diperparah dengan debu-debu yang berterbangan menutupi hampir seluruh tanaman-tanaman liar hingga tampak berwarna kecoklatan.

Apalagi kalau sudah memasuki wilayah Sungai Danau. Aroma batubara menusuk hidung, tanah-tanah kering dan berdebu. Tidak ada lagi keindahan yang dapat kau saksikan sepanjang perjalanan. Tanah dan bukit kering menghitam di sepanjang pertambangan batu bara. Area tambang sendiri tidak jauh berkelang antara satu dengan yang lain.

Setelah lima jam perjalanan, rombongan KPPN Pelaihari akhirnya tiba di penginapan yang berada persis menghadap pantai. Saya sekamar dengan Hifni, anak baru penempatan di KPPN Pelaihari. Kesempatan besar untuk mencekokinya dengan pemikiran-pemikiran saya.

Pantainya sendiri tidak begitu indah. Masih sekelas dengan pantai batakan yang ada di Pelaihari. Air laut di sepanjang pantai cenderung kecoklatan. Namun dibandingkan batakan, ombak di pagatan lebih besar dan hantamannya tentu jauh lebih kuat. Disaat seperti ini, jiwa kekanakan saya sering  muncul. Saat gulungan ombak datang, kadang saya menjadi Goku yang sedang mengeluarkan kamehame. Kadang menjadi Chinmi yang sedang berlatih kungfu peremuk tulang.

Saat malam keakraban, para peserta diminta maju untuk memberikan performance masing-masing. Ada yang beracapela, ada yang berkaraoke, ada juga yang bercerita mengenai pengalaman saat penempatan pertama. Saya sendiri saat diminta maju, bingung mau ngapain. Akhirnya saya beranikan diri melakukan standup comedy, dengan cerita yang saya dapat saat mendengarkan Almarhum K. H. Zainuddin, MZ ceramah mengenai santri, lebah dan Al-Mukarromnya.

Itu  adalah untuk pertama kalinya saya melakukan standup comedy. Rasanya ngeri-ngeri sedap cuy! Entah lucu atau tidak. Ada juga teman-teman yang tidak berani karena takut tidak lucu. Saya berani. It's not because I'm over confidence, It's because I am arrogant. Lagi pula menurut saya, pelawak paling lucu adalah pelawak yang tidak lucu. Jadi tak ada salahnya bukan?

Ternyata keberanian saya melakukan standup comedy mendapat apresiasi dari atasan. Peserta yang berani maju dalam acara keakraban diberi hadiap berupa sebuah mug dan wadah makanan. Lumayan buat ngopi!

16 October 2015

Batas Akhir Pengajuan SPM Tahun 2015 ke KPPN

Menjelang akhir tahun anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengeluarkan aturan yang merupakan pedoman bagi satuan kerja dalam menyelesaikan tagihan kepada negara. Aturan ini dimaksudkan untuk menjamin kelancaran proses pelaksanaan penyelesaian tagihan kepada negara sehingga tidak tejadi penumpukan SPM pada waktu-waktu tertentu. Salah satu metode pencegahan penumpukan SPM adalah dengan memisahkan batas akhir pengajuan SPM berdasarkan tipe SPM yang diajukan. Berikut tabel batas akhir pengajuan SPM untuk tahun anggaran 2015;

07 September 2013

Panik


Saya termasuk orang yang tidak mudah panik. Jika ada sesuatu yang menimpa, saya akan terlebih dulu memikirkannya. Lama. Hingga saya terkesan  tak acuh. Padahal bukan itu penyebabnya. Masalah yang ada itu ibarat system software. Begitu cepat berkembang dari gingerbeard hingga tau-tau sudah berubah menjadi kitkat. Sedangkan otak saya tidak pernah di upgrade sama sekali. Dengan prosessor yang masih menggunakan Intel Pentium dua.

Sepanjang ingatan, hanya tiga kali saya dilanda kepanikan yang sangat. Itu dengan menghilangkan dua setengah tahun yang saya kira tidak adil kalo dimasukkan ke dalam hitungan. Dua setengah tahun masa tugas belajar saya. Ah, dua setengah tahun itu isinya jangan ditanya. Tiada hari tanpa kepanikan dengan segala tugas perkuliahan dan sebagainya. Jadi sepakat ya? Saya hilangkan variabel waktu dua setengah tahun berisi kepanikan dalam hidup saya.

Kepanikan pertama terjadi menjelang kelahiran anak pertama saya, Fariha. Setelah mengantar istri ke rumah sakit bersalin, saya pulang ke rumah untuk mengambil baju-baju persiapan melahirkan.  Saat hendak berangkat kembali ke rumah sakit, saya lupa dimana meletakkan kunci motor. Tak henti saya mencari, tak dapat saya temukan kunci. Satu jam kemudian baru saya ingat kalo saya punya kunci cadangan. Setelah sampai di rumah sakit, satu jam kemudian baru saya ingat kalo kunci motor ada di saku jaket saya.

Selanjutnya saat saya baru saja selesai tugas belajar dan melanjutkan dinas ke Pelaihari. Saya ditempatkan di middle office seksi Pencairan Dana. Singkatnya, tugas pokok saya adalah mencetak SP2D, yaitu semacam surat perintah kepada bank untuk mencairkan sejumlah dana ke rekening satuan kerja, dalam hal ini instansi pemerintah pusat. 

Saya buta dengan apa yang harus saya lakukan dengan pekerjaan saya. Saat dinas di Sintang sebelum tugas belajar, saya tidak pernah berada di seksi pencairan dana. Selama tugas belajar pun, saya tidak pernah lagi mengupdate peraturan-peraturan baru seputar perbendaharaan. Jadilah saya waktu itu seperti gamers yang kehilangan keyboard. Saya banyak bertanya pada teman-teman yang sudah berpengalaman serta bekerja sambil membaca aturan. Ibaratnya ujian semester dengan metode open book. Bisa namun lama karena saya juga belum paham, buku mana yang mesti saya buka.

Dan yang membuat saya panik adalah ketika dua teman satu seksi saya berbarengan mengajukan cuti. Tinggallah saya bersama dengan Kepala Seksi. Saya sebagai front office yang menguji dokumen sekaligus sebagai pemroses dokumen.  Dengan pengetahuan yang minim saya sangat tidak berani menjadi pelaksana front office. Terlebih, saat ada salah satu saudara kami yang ditetapkan sebagai tersangka kasus kerugian negara karena dianggap lalai tidak bisa membedakan tandatangan palsu dan asli!

Saya tidak tau apakah kegelisahan saya begitu terlihat hingga Kepala Seksi saya berkata, “Tenang Bub, Kamu proses saja SP2D. Ga usah ragu. Kamu yang kerjakan, Saya yang tanggungjawab.”
Saya tidak tau apakah Kepala Seksi saya tau, kalimat itu merupakan obat penenang yang sangat ampuh. Untung saja saya tidak berlinang air mata dihadapan beliau. Ibarat dalam medan perang, beliau adalah tipe seorang Jenderal yang membuat kita rela untuk mati berjuang bersama.

Lalu yang terakhir adalah ketika Ayah saya sakit. Kau tau kawan, setelah merenung dan berdiskusi dengan istri, Saya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan saya. Berhenti dan mencoba mencari kerja di Palembang. Dan saya tidak hanya sekedar berkata. Saya sudah memulai berwirausaha dengan memelihara ikan lele di pekarangan rumah. Nantinya sambil memelihara lele, saya juga akan berusaha mencari kerja. Apa saja, yang penting saya bisa menemani ayah.

Sayang, ketika saya katakan keinginan saya kepada ayah, beliau tidak meyetujui. Seperti biasa, beliau adalah tipikal  orang yang tidak mau memberatkan orang lain dan selalu merasa tidak ingin dikasihani. Akirnya saya urungkan niat untuk berhenti kerja dengan berat hati, karena Jika Orang Tua saja tidak ridho, bagaimana mungkin Allah akan memberi ridho?

Setahun lebih sudah saya disini, Pelaihari. Lambat laun saya sedikit demi sedikit mulai memahami pekerjaan. Dan ternyata setelah kenal, saya mulai menyukai pekerjaan saya. Kesibukan kerja bagai berkah yang tak terduga karena tanpa sadar waktu merangkak begitu cepat terlebih saat istri sedang tak disini menemani.

Tolong tunggu, sebentar saja. Aku juga bosan dengan selip rindu. Kau tau, terkadang aku tak habis pikir. Seluas apa hati hingga ia mampu menampung rindu yang kurasa tak bertepi.