18 April 2010

presiden saja tidak bisa

"Namun saya hanya seorang Saleh, bisa apa saya melawan Nurdin. Presiden saja tidak bisa," (Saleh Ismail Mukadar, Kompas Minggu 4 April 2010)
Petikan kalimat yang sedikit kontroversial diatas tercetus dari Manajer Persebaya Surabaya usai tim tuan rumah ditahan imbang 0-0 oleh Persija Jakarta pada pertandingan Djarum ISL Sabtu (3/4). Ketidakpuasan Saleh dipicu oleh kinerja wasit yang dinilai tidak becus dalam mengawal jalannya pertandingan. Kecurigaan Saleh kepada PSSI dikarenakan sikap kerasnya saat membicarakan kotornya persepakbolaan nasional pada Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang diadakan di Malang tanggal 30-31 Maret lalu. Bahkan Saleh memilih meninggalkan ruangan. Sebelum KSN Saleh juga telah menggulirkan wacana pembentukan PSSI tandingan atau PSSI perjuangan jika Nurdin tidak mau mundur dari jabatannya sebagai ketua umum PSSI.

KSN sendiri merupakan tindak lanjut atas instruksi Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Hal ini terkait dengan keprihatinan Presiden atas ketiadaan prestasi PSSI selama beberapa tahun terakhir. Diharapkan hasil dari KSN ini dapat menghasilkan rekomendasi untuk kemajuan sepakbola nasional. Bukan pergantian kepengurusan PSSI yang menjadi tujuan digelarnya KSN ini sesungguhnya. Namun tidak sedikit yang berharap bahwa KSN mampu melengserkan Nurdin Halid dari posisinya sebagai Ketua Umum PSSI mengingat cara yang "wajar" sepertinya masih jauh dari kata mungkin. Sudah tujuh tahun waktu yang diberikan pada salah satu terpidana koruptor ini. Jangankan jalan ditempat, prestasi tim nasional kita sepertinya makin jauh mundur kebelakang.

Persoalan PSSI bukan sekedar persoalan timnas meski ketika timnas kalah 2-0 dari Laos pada Sea Games 2009 lalu juga merupakan masalah besar. Ada masalah yang lebih besar dari itu. Mafia wasit, pengaturan skor, kasus suap juga menjadi masalah yang terus hadir. Dan yang lebih mengerikan adalah permasalahan tawuran antar suporter yang tidak jarang berujung pada kematian. Sepakbola seharusnya menjadi hiburan dikala rakyat mulai letih dengan permainan politik yang selalu menghiasi headline media.
Belum lagi kenyataan pahit bahwa organisasi sepakbola terbesar di Indonesia dipimpin oleh seorang terpidana koruptor. Dari sini timbul pertanyaan, sudah habiskah pemimpin bersih di negara yang catatan penduduknya lebih dari 200 juta? Apakah tidak ada lagi profesional bermoral yang memiliki kredibilitas untuk menjadi pemimpin dan berniat sungguh-sungguh untuk memajukan sepakbola nasional? Seandainya PSSI berprestasi pun seharusnya bangsa Indonesia malu menjadikan terpidana koruptor sebagai pemimpin, manalah lagi ketika PSSI kering prestasi.
Harapan hanya tinggal harapan. Kepengurusan PSSI masih belum akan berubah karena KSN "hanya" menghasilkan tujuh rekomendasi untuk berusaha memajukan sepakbola nasional dimana pergantian kepengurusan tidak termasuk didalamnya. Tidak sedikit yang kecewa terutama bagi yang berharap ada penyegaran pada tubuh PSSI. PSSI sama sekali tak tersentuh, untouchable. Atau jangan-jangan apa yang dikatakan Saleh Ismail Mukadar pada awal tulisan ini adalah benar adanya?
Wallahua'lam.

No comments:

Post a Comment