18 April 2010

baru sadar dari pengaruh obat bius rasanya seperti orang mabok

Mimpi buruk saya menjadi kenyataan. Harus berhadapan dengan jarum suntik! Cerita berawal ketika saya menemukan benjolan di pertengahan paha kiri saya. Saya sih tidak terlalu mempermasalahkan tapi benjolan semakin membesar. Akhirnya saya memutuskan untuk memeriksakan diri setelah selesai futsal hari Jumat. Saat itu hari senen. Tapi kemudian mulai terasa perih, akhirnya saya memutuskan bahwa hari itu, hari rabu, saya ke dokter.
Nama dokternya Jusuf Fantoni. Ahli ilmu penyakit dalam tinggal di 10 ulu berdekatan dengan Lorong Indrawati.
"Disedot saja mau ga biar di analisis lagi di laboratorium." kata pak dokter.


"Sakit ga dok? tanya saya biar keliatan pura-pura bego padahal beneran.
"Yah sedikit lah, namanya juga disuntik. kaya' digigit semut."
"Iya deh dok, gapapa."
Kemudian dokter mulai menyiapkan jarum suntik dan saya mulai menyiapkan bibir komat-kamit baca do'a biar sakitnya ga kerasa yang tentu saja dengan memejamkan mata.
"Alhamdulillah selesai." Mulai berangkat bangun dari tempat tidur setelah selesai suntikan.
"Jangan kemana-mana dulu, suntikannya blm selesai."
"Hah!!" berapa kali lagi dok?"
"ya sampe benjolannya kempes"
Suntikan kedua...
"hmmmppp... haaahhh... udah selesai dok?"
"Belum."
Suntikan ketiga...
"hmmmppp... haaahhh... udah selesai dok?"
"Belum. udah nanti kalo selesai saya kasih tau."
Suntikan keempat...
Suntikan kelima...
dokter : udah selesai dek.
saya : Al....ham....du....lillah....
Beberapa hari kemudian saya kembali pergi ke dokter untuk menanyakan hasil pemeriksaan lab cairan kekuningan tersebut.
"Gimana hasilnya dok?"
"Ini disebut dengan tumor kantong, jinak. lebih dikenal dengan kista"
"Saya kena tumor rahim dok?" pertanyaan bodoh yang otomatis keluar dari mulut saya. Ini reflex loh, beneran!
"Sejenis dengan itu namun ada bedanya. Kista di rahim dapat berkembang menjadi kanker sedangkan pada kasus ini, tidak. Namun saya sarankan adek melakukan operasi pengangkatan tumor, biar semuanya hilang"
"Ooo......."
Akhirnya saya pun dioperasi bedah beberapa hari kemudian ditemani oleh kedua orang tua saya. Dengan bius total tentu saja. Saat baru sadar dari bius itulah saya merasa melayang. Banyak hal yang saya katakan sepanjang jalan menuju kesadaran penuh saya. Saya tau apa yang saya ucapkan, namun saya tidak bisa meghentikan ucapan saya. Hal-hal yang tidak akan saya ucapkan pada kondisi biasanya.
Seperti ucapan saya mengenai anak-anak saya.
"Bu Faaiz mano bu?"
"Ado diruma."
"Fariha mano?"
"Ado diruma galo bob."
"Anak aku galo itu bu, anak aku galo."
"Iyo nak."
See... itu maksud saya. Hal-hal yang tidak mungkin diucapkan pada saat kesadaran penuh. Atau ketika saya dengan berani-beraninya nyeramahin kedua orang tua saya mengenai akuntansi kapitalis. Yang bahkan orang tua saya cuma bisa bilang iya, tanpa mengerti kalimat-kalimat yang saya gunakan.
Atau ketika baru selesai ibu mencium kedua pipi saya. Kemudian saya melihat siluet ayah saya dan saya meminta ayah mencium kening saya (karena ketika baru sadar, saya ga bisa ngeliat secara jelas. Masih samar-samar)
"yah..." saya, sambil menepuk kening.
"apo?"
"cium" masih sambil menepuk kening.
"payo..."
Belum pernah selama saya berusia 26 tahun saya minta cium sama ayah. Seingat saya loh, sekali lagi seingat saya. Saat telah kembali kerumah, hal-hal tadi dan yang lainnya menjadi bahan cerita ayah dan ibu saya pada, sepertinya, semua orang.
Mungkin seperti itulah yang dirasakan orang-orang saat mabok. Saya ga tau, ga pernah nyoba dan insya Allah ga mau nyoba.
Amin...

No comments:

Post a Comment