07 September 2013

Panik


Saya termasuk orang yang tidak mudah panik. Jika ada sesuatu yang menimpa, saya akan terlebih dulu memikirkannya. Lama. Hingga saya terkesan  tak acuh. Padahal bukan itu penyebabnya. Masalah yang ada itu ibarat system software. Begitu cepat berkembang dari gingerbeard hingga tau-tau sudah berubah menjadi kitkat. Sedangkan otak saya tidak pernah di upgrade sama sekali. Dengan prosessor yang masih menggunakan Intel Pentium dua.

Sepanjang ingatan, hanya tiga kali saya dilanda kepanikan yang sangat. Itu dengan menghilangkan dua setengah tahun yang saya kira tidak adil kalo dimasukkan ke dalam hitungan. Dua setengah tahun masa tugas belajar saya. Ah, dua setengah tahun itu isinya jangan ditanya. Tiada hari tanpa kepanikan dengan segala tugas perkuliahan dan sebagainya. Jadi sepakat ya? Saya hilangkan variabel waktu dua setengah tahun berisi kepanikan dalam hidup saya.

Kepanikan pertama terjadi menjelang kelahiran anak pertama saya, Fariha. Setelah mengantar istri ke rumah sakit bersalin, saya pulang ke rumah untuk mengambil baju-baju persiapan melahirkan.  Saat hendak berangkat kembali ke rumah sakit, saya lupa dimana meletakkan kunci motor. Tak henti saya mencari, tak dapat saya temukan kunci. Satu jam kemudian baru saya ingat kalo saya punya kunci cadangan. Setelah sampai di rumah sakit, satu jam kemudian baru saya ingat kalo kunci motor ada di saku jaket saya.

Selanjutnya saat saya baru saja selesai tugas belajar dan melanjutkan dinas ke Pelaihari. Saya ditempatkan di middle office seksi Pencairan Dana. Singkatnya, tugas pokok saya adalah mencetak SP2D, yaitu semacam surat perintah kepada bank untuk mencairkan sejumlah dana ke rekening satuan kerja, dalam hal ini instansi pemerintah pusat. 

Saya buta dengan apa yang harus saya lakukan dengan pekerjaan saya. Saat dinas di Sintang sebelum tugas belajar, saya tidak pernah berada di seksi pencairan dana. Selama tugas belajar pun, saya tidak pernah lagi mengupdate peraturan-peraturan baru seputar perbendaharaan. Jadilah saya waktu itu seperti gamers yang kehilangan keyboard. Saya banyak bertanya pada teman-teman yang sudah berpengalaman serta bekerja sambil membaca aturan. Ibaratnya ujian semester dengan metode open book. Bisa namun lama karena saya juga belum paham, buku mana yang mesti saya buka.

Dan yang membuat saya panik adalah ketika dua teman satu seksi saya berbarengan mengajukan cuti. Tinggallah saya bersama dengan Kepala Seksi. Saya sebagai front office yang menguji dokumen sekaligus sebagai pemroses dokumen.  Dengan pengetahuan yang minim saya sangat tidak berani menjadi pelaksana front office. Terlebih, saat ada salah satu saudara kami yang ditetapkan sebagai tersangka kasus kerugian negara karena dianggap lalai tidak bisa membedakan tandatangan palsu dan asli!

Saya tidak tau apakah kegelisahan saya begitu terlihat hingga Kepala Seksi saya berkata, “Tenang Bub, Kamu proses saja SP2D. Ga usah ragu. Kamu yang kerjakan, Saya yang tanggungjawab.”
Saya tidak tau apakah Kepala Seksi saya tau, kalimat itu merupakan obat penenang yang sangat ampuh. Untung saja saya tidak berlinang air mata dihadapan beliau. Ibarat dalam medan perang, beliau adalah tipe seorang Jenderal yang membuat kita rela untuk mati berjuang bersama.

Lalu yang terakhir adalah ketika Ayah saya sakit. Kau tau kawan, setelah merenung dan berdiskusi dengan istri, Saya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan saya. Berhenti dan mencoba mencari kerja di Palembang. Dan saya tidak hanya sekedar berkata. Saya sudah memulai berwirausaha dengan memelihara ikan lele di pekarangan rumah. Nantinya sambil memelihara lele, saya juga akan berusaha mencari kerja. Apa saja, yang penting saya bisa menemani ayah.

Sayang, ketika saya katakan keinginan saya kepada ayah, beliau tidak meyetujui. Seperti biasa, beliau adalah tipikal  orang yang tidak mau memberatkan orang lain dan selalu merasa tidak ingin dikasihani. Akirnya saya urungkan niat untuk berhenti kerja dengan berat hati, karena Jika Orang Tua saja tidak ridho, bagaimana mungkin Allah akan memberi ridho?

Setahun lebih sudah saya disini, Pelaihari. Lambat laun saya sedikit demi sedikit mulai memahami pekerjaan. Dan ternyata setelah kenal, saya mulai menyukai pekerjaan saya. Kesibukan kerja bagai berkah yang tak terduga karena tanpa sadar waktu merangkak begitu cepat terlebih saat istri sedang tak disini menemani.

Tolong tunggu, sebentar saja. Aku juga bosan dengan selip rindu. Kau tau, terkadang aku tak habis pikir. Seluas apa hati hingga ia mampu menampung rindu yang kurasa tak bertepi.

2 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete